JAKARTA - Peristiwa pertempuran di Surabaya, 10
November 1945 merupakan satu dari sekian banyak kisah besar perjuangan
bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan.
Pertempuran ini dipicu oleh tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby,
dalam pertempuran di Surabaya, Jawa Timur. Dalam peperangan itu, Mallaby
tewas terpanggang di dalam mobil yang ditumpanginya setelah diduga
terkena ledakan granat tepat saat dirinya melintas di Depan Gedung
Internatio.
Atas kematian Malabby, Komandan Angkatan Perang Inggris di Indonesia
Jenderal Christison mengancam akan menuntut balas kepada para pejuang
Indonesia di Surabaya. Ancaman Christison tak membuat pejuang Indonesia
gentar.
Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) Sutomo
atau biasa dipanggil Bung Tomo alias Bung Kecil bahkan menyerukan
perlawanan terhadap ancaman Christison.
Dengan tewasnya Mallaby, Bung Tomo khawatir pihak Belanda akan
memanfaatkan kemarahan Inggris untuk mencaplok kawasan Surabaya, seperti
Jepang menguasai Mansuria, saat perang melawan China.
Kekhawatiran itu pun terbukti benar. Pihak Belanda melalui
Inggris, mengultimatum pemerintah Indonesia yang baru terbentuk, untuk
melakukan gencatan senjata.
Dalam selebaran yang disebar melalui udara, Komandan Angkatan
Perang Inggris di Jawa Timur Mayor Jenderal Mansergh meminta seluruh
pimpinan Indonesia, pemuda, polisi dan kepala radio Surabaya,
menyerahkan diri ke Bataviaweg atau Jalan Batavia, pada 9 November 1945.
Kemarahan para pejuang meledak kala itu. Mereka menganggap
permintaan musuh sebagai sebuah penghinaan. Dengan cepat, BPRI
memberikan pelatihan kilat perang gerilya. Terutama tentang tata cara
penggunaan senjata hasil rampasan pasukan Nippon. Dari pelatihan itulah
terbentuk barisan yang dikenal sebagai "pasukan berani mati".
Pejuang dari berbagai daerah turun. Tak hanya masyarakat
Surabaya, namun juga masyarakat dari Maluku, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi hingga Bali. Selain itu, para kiai, ulama serta para muda-mudi
turut terjun ke medan perang.
Di tengah situasi genting itu, Gubernur Jawa Timur Suryo sempat
berpidato melalui radio, meminta rakyat Indonesia bersabar menunggu
keputusan dari pemerintah pusat di Jakarta. Namun, pemerintah pusat
justru menyerahkan pengambilan keputusan pada pemerintah daerah dan
rakyat. Akhirnya, Gubernur Suryo kembali berpidato dan meminta rakyat
mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamirkan.
Hingga 10 November 1945 pagi, rakyat masih menunggu, hingga
sebuah laporan yang disampaikan seorang pemuda masuk ke dalam telinga.
Laporan itu menyatakan adanya penembakan yang dilakukan tentara Inggris.
Pertempuran hebat pun terjadi. Segenap rakyat larut dalam
perjuangan. Tidak ada perbedaan golongan, tingkatan, agama apalagi
pandangan politik. Mereka bersatu, bahu membahu mempertahankan
kemerdekaan Indonesia yang terancam.
Dilema
Jumat, 10 November 2017
Selasa, 10 Mei 2016
Pergantian rasa
Aku sempat memperhatikanmu, tapi tidak ada niatan sama sekali untuk berkenalan denganmu.. Seiring jalannya waktu yang memaksakan kita untuk sering bertemu, akhirnya kamu bertanya pada salah seorang temanku.. Kamu minta cp ku ke dia, Okee apa salahnya menjalin silaturrahmi.. Dari saat itu lah kita mulai sering berkomunikasi via sms. Hari demi hari telah kita lewati. Sampailah aku pada titik nyaman. Fix aku suka kamu ! Entah sejak kapan rasa itu mulai muncul.. Intinya rasa itu semakin hari semakin besar..
Langganan:
Postingan (Atom)